TUGAS PEMBUATAN MODUL K3
Diajukan Untuk Melengkapi tugas dari mata kuliah
“Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja”
Dosen : Danny Setiawan, ST., MT
Proposal Pengadaan Fasilitas K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Disusun oleh :
Aulia Ramadhani 21415156
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keselamatan dan
kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan
makmur.
Keselamatan dan
keamanan kerja mempunyai banyak pengaruh terhadap
faktor kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan
hal-hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak
dikarenakan oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas
(K3), seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki
ruang kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai
pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam
lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat
seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan
dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam
menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan
lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani
maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin
keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan. Masalah
kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan
masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat,
antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan.
B.
Rumusan Masalah
Penulisan
makalah mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Berdasarkan
hal tersebut, dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian keselamatan dan kesehatan kerja (K3) itu?
2. Apa yang menjadi dasar pemberlakuan kesehatan dan
keselamatan Kerja (K3) di Indonesia?
3.
Apa fokus dan tujuan dari program kesehatan dan
keselamatan kerja?
4.
Apa itu OHSAS 14001 dan ISO 45001?
5.
Mengapa Ketentuan OHSAS 14001 dan
ISO 45001 penting bagi perusahaan?
6.
Jelaskan Ketentuan UU No. 1 Tahun
1970?
7.
Analisa Sistem K3 pada perusahaan
timah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Mondy
(2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang
disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan
merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran,
ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang,
kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan
kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari kekerasan fisik.
Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja
melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres
emosi atau gangguan fisik.
Beberapa
pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:
a) Menurut
Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalahsuatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
b) Menurut
Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja
di perusahaan yang bersangkutan.
c) Menurut
Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisikeselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan
kondisi pekerja.
d) Mathis dan
Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalahmerujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan
pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum.
e) Menurut Ridley,
John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman
baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
f)
Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan
Keselamatan Kerjamenunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan
psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan
oleh perusahaan.
Kesehatan
pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena kecelakaan.
Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara material,
selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih nyaman, sehingga
secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja secara lebih produktif
B.
Dasar Pemberlakuan
Pemerintah
memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang-undang Tentang
Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan berlaku
pada tanggal 6 januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah
Tentang Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan tahun 1947 (PP
No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti penting
keselamatan kerja di dalam perusahaan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga
berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan
dan peningkatan kesejahteraan demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan
keluarganya dengan baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung
jawab dalam masalah ini, tetapi para karyawan juga harus ikut berperan
aktif dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan bersama.
Penerapan
program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan
program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas
mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan.
Berdasarkan Undang-Undang
no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja yang juga menjadi
tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah :
a) Mencegah dan
mengurangi kecelakaan.
b) Mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c) Mencegah dan
mengurangi bahaya peledakan.
d) Memberi
kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e) Memberi
pertolongan pada kecelakaan.
f)
Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g) Mencegah dan
mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran.
h) Mencegah dan
mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan.
i)
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j)
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k) Menyelenggarakan
penyegaran udara yang cukup.
l)
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m) Memperoleh
keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
n) Mengamankan dan
memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
o) Mengamankan dan
memelihara segala jenis bangunan.
p) Mengamankan dan
memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.
q) Mencegah
terkena aliran listrik yang berbahaya.
r) Menyesuaikan
dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
Undang-Undang
tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/ buruh berhak untuk memperoleh
perlindungan atas:
a) Keselamatan dan
kesehatan kerja
b) Moral dan
kesusilaan
c) Perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Sedangkan ayat
2 dan 3 menyebutkan bahwa “untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja.” (ayat 2), “Perlindungan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang‑
undangan yang berlaku.” (ayat 3). Dalam Pasal 87 juga dijelaskan
bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen.
C.
Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program
keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim yang kondusif
bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan
penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut
Rizky Argama (2006), tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan
kesehatan kerja adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
1.
Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak
karyawan dan perusahaan.
2.
Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas
perusahaan.
3.
Menghemat biaya premi asuransi.
4.
Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab
sosial perusahaan kepada karyawannya.
D.
OHSAS 14001 dan ISO 45001
ISO 45001
merupakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pertama di dunia
yang menggunakan standar internasional. Pertama kali diterbitkan pada tanggal
12 Maret 2018. Pedoman dalam ISO 45001 membantu perusahaan untuk membenahi
kinerja K3.
Manfaat pada ISO
45001 ini menggunakan struktur Annex SL dalam menetapkan standar. Sistem
tersebut mudah terintegrasi dengan manajemen bisnis sehingga mengefisiensi
biaya. Selain itu, ISO 45001 memberikan manfaat berikut ini untuk perusahaan.
· Proses sistematis dalam perusahaan
terbangun secara optimal sehingga bisa meminimalkan angka kecelakaan kerja. Di
samping itu, ISO 45001 membantu perusahaan memperhitungkan persyaratan hukum
terkait sistem K3, risiko, serta bahaya.
· ISO 45001 mampu membentuk
pengendalian operasional untuk pengelolaan bahaya dan risiko yang berkaitan
dengan SMK3.
· Dengan menerapkan ISO 45001, semua
pihak di perusahaan mampu menyadari pentingnya mengurangi risiko dan bahaya di
lingkungan kerja.
· Memperbaiki dan mengevaluasi kinerja
SMK3 secara kontinu.
· Mengurangi downtime, biaya gangguan operasi, pembayaran premi asuransi,
ketidakhadiran, serta turnover.
ISO 45001
diterbitkan, perusahaan menggunakan OHSAS 18001 sebagai tolak ukur K3. OHSAS
18001 diluncurkan pada tahun 2007 dengan standar berbeda. Jadi, meskipun ISO
45001 mengadopsi OHSAS 18001, keduanya memiliki perbedaan mendasar.
Pertama, ISO 45001 memiliki 10 klausul
dalam strukturnya, sedangkan OHSAS 18001 hanya terdiri dari 4 klausul.
Kemudian, dari konteks organisasi ISO 45001 lebih fokus dan detail. Terakhir,
ISO 45001 membahas secara mendalam tentang identifikasi bahaya dan partisipasi
pekerja. ISO 45001 dirancang dengan tujuan
mengurangi risiko dan bahaya yang tak terduga, memastikan keselamatan, serta
menjamin kesejahteraan pekerja. ISO 45001 menjadikan manajemen perusahaan lebih
mudah dalam melakukan monitoring. Selain itu, standar ISO 45001 diharapkan
mampu memperbaiki sistem manajemen K3 di perusahaan. ISO 45001 disusun dan diterbitkan oleh
komite teknik ISO. Dalam penyusunannya, ISO 45001 mengadopsi High Level
Structure (HLS). Karena itu, standar tersebut bisa dikombinasikan dengan
beberapa sistem secara harmonis dan efisien. ISO 45001 bisa digunakan organisasi mana pun; tanpa memandang skala dan
jenisnya. Sertifikasi ISO 45001 dapat dimiliki semua bentuk perusahaan demi
menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. Sebagian besar perusahaan menerapkan ISO 45001 dengan tujuan membangun
sistem K3 terstruktur. Hanya sedikit yang menginginkan sertifikasi sebagai
bentuk pengakuan plus dan formal. Di sinilah kelebihan ISO 45001 – tidak
mewajibkan organisasi untuk memiliki sertifikat. Perusahaan cukup menerapkan standar dari ISO 45001 secara maksimal agar
mencapai tujuannya. Meski begitu, untuk meningkatkan kepatuhan terhadap
peraturan tersebut, sertifikasi memang diperlukan. Pemahaman terhadap manfaat mengikuti ISO 45001 menjadi kunci awal untuk meyakinkan
manajemen puncak. Mereka harus yakin, bahwa ada peningkatan loyalitas pekerja
dan kinerja, kerja sama, serta efisiensi biaya setelah menerapkan ISO 45001.
E.
OHSAS 14001 dan ISO 45001 penting bagi perusahaan
Sertifikasi ISO 14001 memberikan sejumlah manfaat
untuk perusahaan Anda.
· Mengurangi biaya; karena ISO 14001
menuntut komitmen perbaikan terus menerus, maka penetapan obyektif dari
perbaikan tersebut akan membantu mendorong penggunaan bahan mentah yang lebih
efisien sehingga biaya bisa dikurangi.
· Mengatur kepatuhan terhadap hukum;
sertifikasi ISO 14001 bisa membantu Anda dengan cara mengurangi upaya yang
dibutuhkan untuk mengatur kepatuhan hukum dan dalam manajemen risiko-risiko
lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan Anda.
· Mengurangi duplikasi upaya; sistem
manajemen Anda bisa digabungkan dengan persyaratan ini dan standar manajemen
lainnya menjadi sebuah sistem bisnis tunggal yang bisa mengurangi duplikasi dan
biaya.
· Mengelola reputasi Anda, sertifikasi
ISO 14001 dapat membantu mengurangi risiko yang terkait dengan biaya atau
merusak reputasi Anda yang berhubungan dengan pembersihan atau litigasi dan
membangun citra publik Anda terhadap klien, badan pengawas dan pemangku
kepentingan kunci.
· Menjadi pemasok pilihan &
menambah manfaat kompetitif; sertifikasi ISO 14001 memungkinkan Anda untuk
bekerja dengan perusahaan yang menggarisbawahi dan mengutamakan perusahaan yang
ramah lingkungan.
· Kemudahan berintegrasi; ISO 14001
berbasis sistem manajemen - standar ini didukung oleh siklus 'Plan Do Check Act'
sama dengan standar sistem manajemen lain yang bisa digabungkan dengan ISO 9001
(mutu), OHSAS 18001 (Kesehatan dan Keselamatan) dan standar berbasis sistem
manajemen lainnya.
Manfaat ISO 14001 dengan LRQA Business Assurance
LRQA
terakreditasi untuk menerbitkan sertifikat standar ISO 14001 di seluruh sektor
dan telah banyak terlibat dalam bebagai pengembangan teknis. Artinya, bahwa
apapun sektor bisnis Anda, kami dikenal memiliki kemampuan dan pengetahuan
dalam memberikan layanan yang efektif.
LRQA
Business Assurance membantu Anda mengelola tantangan bisnis, sistem dan
risiko-risiko dalam mengembangkan dan melindungi kinerja lingkungan Anda di
masa kini dan masa yang akan datang yang sesuai dengan kebutuhan para pemangku
kepentingan.
· Pemahaman kami yang mendalam dan
keunggulan teknis yang memungkinkan kami menyambaikan manfaat nyata kepada para
klien lewat sebuah pendekatan manajemen proyek yang terstruktur.
· Kami paham bahwa komunikasi yang
baik sangatlah penting dalam menyampaikan transparansi lewat seluruh tahapan
dan proses EMS. Kami bekerja bersama para klien menetapkan tujuan yang jelas
untuk semua pihak.
· LRQA Business Assurance menyampaikan dua jenis layanan yaitu sertifikasi
dan pelatihan untuk ISO 14001.
F.
Ketentuan UU No. 1 Tahun 1970
I.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. "tempat kerja"
ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana
diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan
tempat kerja tersebut;
2. "pengurus"
ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya
yang berdiri sendiri;
3. "pengusaha"
ialah :
a. orang atau badan hukum
yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu
mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum
yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum,
yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b),
jikalau yang mewakili berkedudukan di luar Indonesia.
4. "direktur"
ialah pejabat yang ditunjuk oleh Mneteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undang-undang ini.
5. "pegawai
pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
6. "ahli keselamatan
kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga
Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
Undang-undang ini.
II.
RUANG
LINGKUP
Pasal 2
1. Yang diatur oleh
Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2.
Ketentuan-ketentuan
dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana:
a. dibuat, dicoba, dipakai
atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang
berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau peledakan.
b. dibuat, diolah, dipakai,
dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan atau bahan yang dapat
meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu
tinggi.
c. dikerjakan pembangunan,
perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan
lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan
sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d. dilakukan usaha:
pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau
hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan.
e. dilakukan usaha
pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya,
batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan atau di dalam
bumi, maupun di dasar perairan.
f. dilakukan pengangkutan
barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui terowongan, dipermukaan
air, dalam air maupun di udara.
g. dikerjakan bongkar muat
barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang.
h. dilakukan penyelamatan,
pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air.
i. dilakukan pekerjaan
dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan.
j. dilakukan pekerjaan di
bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah.
k. dilakukan pekerjaan yang
mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda,
terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan
dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar
suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan
atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran,
penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan,
pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan
alat teknis;
q. dibangkitkan, dirobah,
dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau
air;
r. diputar film,
pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai
peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
3. Dengan peraturan
perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau
lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan
yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah
perincian tersebut dalam ayat (2).
III.
SYARAT-SYARAT
KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
1.
Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi
kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi
bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau
jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya;
e. memberi pertolongan pada
kecelakaan;
f. memberi alat-alat
perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan
mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan
mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan.
i. memperoleh penerangan
yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu
dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan
penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan,
kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian
antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan
memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan dan
memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan
memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran
listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan
menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
2. Dengan peraturan
perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta
pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
1. Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan
aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2. Syarat-syarat tersebut
memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang
disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi,
bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian
dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal
atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin keselamatan
barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan
keselamatan umum.
3. Dengan peraturan
perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan
peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati
syarat-syarat keselamatan tersebut.
IV.
PENGAWASAN
Pasal 5
1. Direktur melakukan
pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini sedangkan para pegawai pengawas dan
ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap
ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
2. Wewenang dan kewajiban
direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan
Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6
1. Barang siapa tidak dapat
menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia
Banding.
2. Tata cara permohonan
banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3. Keputusan Panitia
Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini
pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur
dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
1. Pengurus di wajibkan
memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga
kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
2. Pengurus diwajibkan
memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara
berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
3.
Norma-norma mengenai
pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
V.
PEMBINAAN
Pasal 9
1. Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan
bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;
b. Semua pengamanan dan
alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan
diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang
aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Pengurus hanya dapat
mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga
kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
3. Pengurus diwajibkan
menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan
pertama pada kecelakaan.
4. Pengurus diwajibkan
memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku
bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.
VI.
PANITIA
PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
1. Menteri Tenaga Kerja
berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan
kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau
pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas
dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka
melancarkan usaha berproduksi.
2. Susunan Panitia Pembina
dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh
Menteri Tenaga Kerja.
VII.
KECELAKAAN
Pasal 11
1. Pengurus diwajibkan
melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2. Tata cara pelaporan dan
pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan
peraturan perundangan.
VIII.
KEWAJIBAN
DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban
dan atau hak tenaga kerja untuk: a. Memberikan keterangan yang benar bila
diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja; b. Memakai alat perlindungan
diri yang diwajibkan; c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d.Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan
semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; e. Menyatakan
keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja
serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali
dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas
yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
IX.
KEWAJIBAN
BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja,
diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan.
X.
KEWAJIBAN
PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a. secara tertulis
menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja
yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya
yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan
semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara
cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja
berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
XI.
KETENTUAN-KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 15
1. Pelaksanaan ketentuan
tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
2. Peraturan perundangan
tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran
peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3. Tindak pidana tersebut
adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja
yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di
dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi
ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan
ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam
bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG
KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
G.
Analisa Sistem K3 Pada Perusahaan Timah
Kebijakan K3 & Lingkungan Hidup
PT TIMAH (Persero) Tbk
sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan timah menyadari
sepenuhnya resiko dan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan
terhadap pekerja, karyawan, masyarakat, para pemangku kepentingan dan
lingkungan sekitarnya.
Seluruh jajaran
manajemen dan karyawan PT TIMAH (Persero) tbk sepakat dan bertekad untuk
mengoptimalkan dampak positif dan meminimalkan resiko serta dampak negatif
dengan menerapkan Good Mining Practice
atau praktek penambangan yang baik dengan cara:
1. Menaati peraturan
perundangan serta norma-norma Keselamatan Kesehatan Kerja dan pengelolaan
Lingkungan Hidup
2. Mencegah sedini
mungkin terjadinya pencemaran, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja
3. Meningkatkan keterampilan
karyawan dalam pemeliharaan Keselamatan Kesehatan Kerja serta pengendalian
dampak lingkungan
4. Meningkatkan
kepedulian terhadap masalah Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup
5. Melakukan perbaikan
secara terus menerus dalam bidang Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup.
Kebijakan ini berlaku
untuk karyawan dan para pemangku kepentingan di lingkungan PT TIMAH (Persero)
Tbk dan akan di dokumentasikan, dipelihara dan ditinjau secara berkala serta
terbuka untuk umum.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya
untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat
dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan
dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak
berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur masalah
kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di
lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai
bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar