TUGAS PEMBUATAN PROPOSAL
Diajukan Untuk Melengkapi tugas dari mata kuliah
“Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja”
Dosen : Danny Setiawan, ST., MT
Proposal Pengadaan Fasilitas K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Disusun oleh :
Aulia Ramadhani 21415156
Aulia Ramadhani 21415156
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
I. Latar
Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di mana
banyak sekali pembangunan yang sedang dilaksanakan. Pembangunan yang cukup
signifikan terjadi pada pembangunan di bidang konstruksi. Beberapa proyek
konstruksi di Indonesia banyak terjadi di kota besar salah satunya kota Bekasi.
Dalam pengerjaan proyek selain memperhatikan ketepatan waktu, mutu, dan biaya,
perusahaan konstruksi perlu juga memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja
di proyek.
Berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO),
setiap hari terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban fatal sekira
6.000 kasus. Sementara di Indonesia setiap 100.000 tenaga kerja terdapat 20
orang fatal akibat kecelakaan kerja pada bidang konstruksi. Tak hanya itu,
menurut kalkulasi ILO, kerugian yang harus ditanggung akibat kecelakaan kerja
di negara-negara berkembang juga tinggi, yakni mencapai 4% dari GNP (gross
national product) (dikutip dari pikiran rakyat online edisi selasa, 15/01/2013).
Keselamatan kerja mengandung arti bagaimana cara seseorang
untuk menjaga diri atau orang lain karena beban kerja yang ada di lapangan
mengharuskan seorang pekerja mendapat perlindungan tersebut agar mereka dapat
bekerja secara maksimal. Untuk mengurangi kecelakaan kerja makaperusahaan wajib
menerapkan sistem keselamatan kerja yang baik dan tegas. Maka dari itu perlu
dilaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di dalam
sebuah proyek untuk meningkatkan perlindungan kepada pekerja.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
adalah pengelolaan K3 dengan menerapkan sistem manajemen untuk mencapai hasil
yang efektif dalam mencegah kecelakaan dan efek lain yang merugikan. SMK3 juga
mengandung arti sebagai upaya pelaksanaan K3 secara baik dan benar sesuai
dengan peraturan-peraturan yang berlaku untuk meminimalisir kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja. Di dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) di lapangan banyak terdapat kesalahan yang menyebabkan
kerugian bagi perusahaan, diri sendiri, maupun orang lain. SMK3 nampaknya
merupakan hal yang tidak bisa disepelekan dalam pekerjaan sebuah proyek
konstruksi karena keselamatan kerja erat hubungannya dengan nyawa manusia yang
bekerja di dalam proyek terkait atau yang berada di sekitar proyek.
Pada pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja ada hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan yaitu
fasilitas-fasilitas yang melengkapi pada proyek konstruksi terkait. Kelengkapan
fasilitas berperan sangat penting dalam pelaksanaan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja karena dengan adanya fasilitas yang baik maka
pelaksanaan SMK3 juga berjalan dengan baik, begitu pula sebaliknya.
Kenyataan di lapangan ada beberapa perusahaan di bidang
konstruksi bangunan dengan penerapan keselamatan kerja yang kurang baik. Hal
ini berpotensi menimbulkan kecelakaan terutama pada pekerja lapangan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang tidak diterapkan dengan baik dapat
merusak Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di perusahaan
terkait.
II.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka
didapat permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Berapa besar tingkat pelaksanaan
SMK3 di proyek konstruksi terkait?
2.
Apakah fasilitas pendukung keselamatan dan kesehatan
kerja pada proyek yang diteliti sudah lengkap?
III.
Profil
Perusahaan
Nama
Perusahaan : PT. TIMAH Tbk
Alamat perusahaan : Jl.
Jenderal Sudirman 51. Pangkal Pinang 33121, Bangka, Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
I. UU
di Indonesia dan aturan berstandar Internasional ISO atau UHSAS
UNDANG-UNDANG RI
NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DISAHKAN DI
JAKARTA PADA TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014, DIUNDANGKAN MELALUI LEMBARAN LEMBARAN
NEGARA RI TAHUN 2014 NOMOR 216, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI NOMOR 5584
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014
tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, bertujuan untuk:
1. meningkatkan
jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang
sehat dan transparan dalam perdagangan,kepastian usaha, dan kemampuan pelaku
usaha, serta kemampuan inovasi teknologi;
2. meningkatkan
perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat
lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun
pelestarian fungsi lingkungan hidup;
3. meningkatkan
kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa
di dalam negeri dan luar negeri.
II. Kebijakan K3 Pada
Perusahaan
PT
TIMAH (Persero) Tbk sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
timah menyadari sepenuhnya resiko dan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas
pertambangan terhadap pekerja, karyawan, masyarakat, para pemangku kepentingan
dan lingkungan sekitarnya.
Seluruh jajaran manajemen dan
karyawan PT TIMAH (Persero) tbk sepakat dan bertekad untuk mengoptimalkan
dampak positif dan meminimalkan resiko serta dampak negatif dengan menerapkan
Good Mining Practice atau praktek penambangan yang baik dengan cara:
1. Menaati peraturan
perundangan serta norma-norma Keselamatan Kesehatan Kerja dan pengelolaan
Lingkungan Hidup.
2. Mencegah sedini
mungkin terjadinya pencemaran, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja.
3. Meningkatkan
keterampilan karyawan dalam pemeliharaan Keselamatan Kesehatan Kerja serta
pengendalian dampak lingkungan.
4. Meningkatkan
kepedulian terhadap masalah Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup.
5. Melakukan
perbaikan secara terus menerus dalam bidang Keselamatan Kerja dan Lingkungan
Hidup.
Kebijakan
ini berlaku untuk karyawan dan para pemangku kepentingan di lingkungan PT TIMAH
(Persero) Tbk dan akan di dokumentasikan, dipelihara dan ditinjau secara
berkala serta terbuka untuk umum.
Ttd
Direksi PT TIMAH (Pesero) Tbk
Direksi PT TIMAH (Pesero) Tbk
III. Standar Keselamatan
Kerja
Pengamanan
sebagai tindakan keselamatan kerja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
digolongkan sebagai berikut:
a)
Pelindung badan, meliputi pelindung mata, tangan,
hidung, kaki, kepala, dan telinga.
1)
Helm Safety
manfaat dan kegunaan utama dari helm safety sendiri
yaitu untuk melindungi kepala si pekerja, supaya bisa terhindar dari kejatuhan
barang dan yang lain, dan meminimalisir cedera yang akan menerpa si pekerja
tersebut. Kegunaan helm safety sangat dibutuhkan oleh beberapa pekerja yang
bekerja di daerah kerja seperti tambang minyak, pabrik, proyek pembangunan
gedung dan berbagai hal yang lain
2)
Kacamata Safety
Berguna sebagai pelindung mata saat sedang bekerja.
Alat ini melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu, radiasi, atau
sinar yang menyilaukan.
3)
Masker Safety
Fungsi masker kerja sangat berguna untuk membantu
para pekerja untuk menjaga saluran pernafasan. pada saat bekerja ditempat yang
mudah tercemar udara atau debu yang dapat menyebabkan penyakit pada bagian
pernafasan.
4)
Pakaian Safety
(Wearpack)
pada umumnya adalah untuk melindungi tubuh dari hal
yang dapat membahayakan atau mengakibatkan kecelakaan saat bekerja. Tingkat
perlindungan yang diberikan pun beragam sesuai dengan kebutuhan. Selain
berfungsi sebagai alat pelindung, pakaian keselamatan kerja juga mempunyai fungsi
lain yaitu sebagai identitas. Fungsi identitas bertujuan untuk menyeragamkan
pekerja dan menunjukkan identitas jabatan. Misalkan pakaian kerja dengan warna
berbeda antara pekerja las dengan pekerja elektrik. Dengan adanya identitas
ini, maka divisi pekerjaan seseorang akan dapat dibedakan. Untuk lebih
memudahkan lagi. Pakaian kerja biasanya diberikan penambahan bordir seperti
logo perusahaan atau bordir tulisan pada bagian – bagian tertentu. Sehingga
dapat menunjukkan identitas sebuah perusahaan dan divisi pekerjaan.
5)
Headset Safety
Bentuk dari alat pelindung pendengaran jenis ini bisa
menutupi seluruh telinga, sehingga akan diperoleh keseimbangan antara telinga
kanan serta telinga kiri. Guna mendapatkan perlindungan kebisingan yang efektif
maka ukuran, bentuk, bahan penyekat serta jenis pegas dari penutup telinga ini
mesti dipilih dengan sebaik mungkin, sehingga si pemakainya akan merasa nyaman
ketika mengenakan alat pelindung telinga jenis ini. Semakin berkembangnya
teknologi, bentuk dari alat pelindung telinga ini pun semakin kecil, walaupun
kecil namun memiliki daya proteksi atau perlindungan yang besar.
6)
Sarung Tangan Safety
Berguna sebagai alat pelindung tangan ketika bekerja
di tempat atau kondisi yang bisa mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan
dengan fungsi masing-masing pekerjaan. Apabila tidak menggunakan Glove ketika
mengangkat barang berbahaya yang tajam, kasar, licin, atau bergerigi dapat
membahayakan. Ketika tidak memakai sarung tangan, dan tangan menggenggam suatu
barang yang tajam, tangan bisa saja terkena goresan benda itu lalu berdarah.
Bila benda itu licin, kemungkinan benda itu terjatuh dan akan menimpa kaki.
7)
Sepatu Safety
· Melindungi dari Benda Tajam dan
Berbahaya
Untuk seorang yang bekerja di ruang berbahaya, Sepatu Safety
adalah satu diantara Alat Pelindung Diri (APD) yang harus dipakai oleh pekerja
yang kemungkinan dapat terkena pecahan kaca, besi ataupun serpihan yang lain
yang pastinya sangat membahayakan telapak kaki.
· Mencegah Kecelakaan Kerja yang
Fatal
Bukan sekedar melindungi telapak kaki saja, Sepatu Safety
juga dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja fatal seperti kejatuhan
benda-benda berat. Safety Shoes ini
memiliki kemampuan yang cukup kuat dalam menahan berat, hingga resiko patah
tulang atau masalah yang lain dapat diminimalisir.
· Membuat perlindungan dari Benda
Panas
Di bagian atas dan samping sepatu safety tidak hanya terbuat
berbahan kulit saja, namun juga di buat dari bahan metal yang tebal. Dengan hal
tersebut sepatu ini dapat melindungi kaki pada benda-benda yang panas.
Benda-benda yang panas banyak dihasilkan di ruang seperti pabrik las listrik,
pengelolaan lampu dan yang lain.
· Melindungi dari Cairan Kimia
Berbahaya
Kita semua tahu kalau cairan kimia yaitu cairan yang sangat
beresiko, dan bagaimana jadinya bila cairan itu mengenai kulit? Untuk pekerja
laboratorium kimia, sepatu safety harus dipakai.
· Membuat Pengguna Tidak Terpeleset
Sepatu safety terbuat dari bahan karet yang didesain
sedemikian rupa, hingga sepatu ini dapat di andalkan pada permukaan licin.
Dengan demikian, dengan memakai sepatu safety jadi beberapa pekerja semakin
lebih lincah dalam bekerja.
b)
Pelindung mesin, sebagai tindakan untuk melindungi
mesin dari bahaya yang mungkin timbul dari luar atau dari dalam atau dari
pekerja itu sendiri.
c)
Alat pengaman listrik, yang setiap saat dapat
membahayakan.
d)
Pengaman ruang, meliputi pemadam kebakaran, sistem
alarm,
air hidrant, penerangan yang cukup, ventilasi udara yang baik,
dan sebagainya.
air hidrant, penerangan yang cukup, ventilasi udara yang baik,
dan sebagainya.
IV. Jumlah Pegawai Yang Efektif
Metode ratio
analysis adalah cara untuk
mengestimasi kebutuhan jumlah tenaga kerja berdasar rasio antara faktor
tertentu (misalnya jumlah pendapatan) dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan
(misalnya jumlah pegawai yang diperlukan). Dalam konteks perusahaan Anda (Bursa
Efek Indonesia), maka faktor yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan
kebutuhan tenaga kerja bisa berupa jumlah emiten, atau jumlah pendapatan
(revenue) selama setahun, atau nilai kapitalisasi pasar.
Dengan mematok rasio tertentu,
maka Anda akan bisa mengestimasi berapa kebutuhan tenaga kerja yang ideal.
Contoh, kalau pendapatan perusahaan Anda selama setahun Rp 50 milyar, maka
jumlah pekerja sebaiknya sekitar 500 (rasio 1 : Rp 100,000,000). Contoh lain,
kalau jumlah emiten 200 perusahaan, maka jumlah karyawan sebaiknya sekitar 400
(1 : 2).
Lalu, berapa patokan angka rasio
yang ideal? Nah, di sini Anda bisa melakukan perbandingan dengan perusahaan
sejenis di negara lain. Misalnya, di Bursa Efek Thailand, berapa perbandingan
antara pendapatan setahun mereka dengan jumlah karyawan; atau perbandingan
antara jumlah emiten dengan jumlah karyawannya.
Metode rasio ini juga bisa
diterapkan untuk menentukan jumlah pegawai di bagian support (IT, HR and GA,
Finance) dengan jumlah pegawai di bagian core function. Angka rata-rata yang
dipatok adalah 15 %. Artinya kalau jumlah total perusahaan Anda adalah 500,
maka total karyawan dibagian support itu sebaiknya berkisar pada angka 75.
Metode kedua adalah dengan cara workload analysis.
Metode ini merupakan proses untuk menghitung beban kerja suatu fungsi tertentu
dalam perusahaan. Dari perhitungan ini kemudian dapat ditentukan berapa jumlah
kebutuhan ideal pegawai yang dibutuhkan.
Secara spesifik, terdapat tiga
langkah kunci untuk melakukan workload analysis. Yang pertama adalah menentukan
output utama dari suatu fungsi tertentu, dan kemudian mengidentifikasi
rangkaian aktivitas kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut. Langkah
berikutnya, mem-break down rangkaian aktivitas menjadi satuan tugas yang lebih
rinci dan spesifik, serta mengekelompokkan satuan tugas tersebut berdasar
tingkat kesulitan/kompleksitasnya.
Langkah selanjutnya adalah
melakukan proses perhitungan jumlah waktu total yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masing-masing satuan tugas tersebut. Dari sini akan dapat
dihitung jumlah total waktu yang digunakan untuk menghasilkan keseluruhan
output utama dari fungsi yang dianalisis. Jumlah total waktu yang dibutuhkan
inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah ideal
pegawai yang dibutuhkan.
Terdapat
beberapa referensi yang membantu untuk melaksanakan proses di atas, antara
lain:
1. Edward J. Folk, Methods Analysis and Work Measurement, Mcgraw Hill
2.
C.R.Wynne- Roberts and George Kanawaty,
Introduction to Work Study, International
Labour Office.
V. Batas Waktu Kerja yang efektif
Jam Kerja
lembur diatur dalam pasal 77 sampai pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Di beberapa perusahaan, jam kerja kan dalam Perjanjian
Kerja Bersama (PKB)
Sungguh
melelahkan bukan, bila kita diharuskan bekerja berjam-jam di dalam dan di luar
kantor sehari-hari, bahkan ada yang sampai kerja lembur. Bagaimana dengan upah
lembur kita? Berapa sih upah yang sesuai untuk jam kerja kita tersebut? Belum
lagi, di sela-sela jam kerja itu, karyawan juga berhak untuk mendapat jam
istirahat dan waktu untuk beribadah. Pertanyaan – pertanyaan tersebut pasti
sering terlintas di pikiran anda. Sekarang, mari kita tela’ah bersama ya.
Berapa
lama sebenarnya jam kerja kita dalam sehari?
Untuk
karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1
hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja
dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1
minggu.
Apa
kata Undang-Undang mengenai Jam Kerja?
Jam
Kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari
dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam
Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77
sampai dengan pasal 85.
Pasal
77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan
ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem
seperti yang telas disebutkan diatas yaitu:
- 7 jam
kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja
dalam 1 minggu; atau
- 8 jam
kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja
dalam 1 minggu.
Pada
kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40
(empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu
kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah
lembur.
Bagaimana Perjanjian Kerja Bersama mengatur mengenai Jam Kerja?
Ketentuan
mengenai pembagian jam kerja, saat ini mengacu pada UU No.13/2003. Ketentuan
waktu kerja diatas hanya mengatur batas waktu kerja untuk 7 atau 8 sehari dan
40 jam seminggu dan tidak mengatur kapan waktu atau jam kerja dimulai dan
berakhir.
Pengaturan
mulai dan berakhirnya waktu atau jam kerja setiap hari dan selama kurun waktu
seminggu, harus diatur secara jelas sesuai dengan kebutuhan oleh para pihak
dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP)
atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Pada
beberapa perusahaan, waktu kerja dicantumkan dalam Peraturan Perusahaan (PP)
atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sebagaimana diatur dalam Pasal
108 ayat 1 UU No.13/2003, PP dan PKB mulai berlaku setelah disahkan oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk (biasanya Disnaker).
Apakah
jam kerja selama 40 jam/minggu berlaku untuk semua sektor usaha atau jenis
pekerjaan?
Ketentuan
waktu kerja selama 40 jam/minggu (sesuai dengan Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003)
tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Ketentuan mengenai
waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu tersebut selebihnya
diatur dalam Keputusan Menteri.
Keputusan
Menteri yang dimaksud adalah Kepmenakertrans No. 233 tentang Jenis Dan Sifat
Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Menerus, dimana pada pasal 3 ayat (1)
mengatur bahwa pekerjaan yang berlangsung terus menerus tersebut adalah:
- pekerjaan
di bidang pelayanan jasa kesehatan;
- pekerjaan
di bidang pelayanan jasa transportasi;
- pekerjaan
di bidang jasa perbaikan alat transportasi;
- pekerjaan
di bidang usaha pariwisata;
- pekerjaan
di bidang jasa pos dan telekomunikasi;
- pekerjaan
di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM),
dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
- pekerjaan
di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
- pekerjaan
di bidang media masa;
- pekerjaan
di bidang pengamanan;
- pekerjaan
di lembaga konservasi;
- pekerjaan-pekerjaan
yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan,
dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.
Berdasarkan
peraturan tersebut, maka jenis-jenis pekerjaan di atas dapat berlangsung secara
terus menerus, tanpa mengikuti ketentuan jam kerja sebagaimana tercantum dalam
UU No. 13 tahun 2003. Namun demikian, setiap kelebihan jam kerja yang dilakukan
oleh buruh/pekerja dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana tercantum di atas,
harus dihitung sebagai lembur yang harus dibayarkan karena merupakan hak
buruh/pekerja yang dilindungi oleh Undang-Undang.
Ada
pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus, termasuk
pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UU
No.13/2003). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam
Kepmenakertrans No. Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat
Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu
pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu
kerja ke dalam shift-shift.
Bagaimana
peraturan mengenai pasal 5 ayat 2 di Kepmen No.234 tahun 2003
tentang waktu kerja dan istirahat pada sektor usaha energi dan sumber daya
mineral pada daerah tertentu?
Isi
dari Kepmenakertrans No.234/MEN/2003 Tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada
Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu pasal 5 ayat
(2) adalah :
Pasal 5
(2) Perusahaan yang menggunakan waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf n,
harus menggunakan perbandingan waktu kerja dengan waktu istirahat 2 (dua)
banding 1 (satu) untuk 1 (satu) periode kerja dengan ketentuan maksimum 14
(empat belas) hari terus menerus dan istirahat minimum 5 (lima) hari dengan
upah tetap dibayar.
Bila
melihat ketentuan Pasal 5 ayat 2 No.234/MEN/2003 Kepmenakertrans tersebut
diatas, maka seharusnya apabila Anda bekerja selama 6 minggu seharusnya mendapatkan
19 hari istrahat. Namun demikian bila mengacu pada Pasal 3 dan Pasal 4
ayat (1), dan (2) Kepmennakertrans No.234/MEN/2003 yang berbunyi sebagai
berikut;
Pasal 3
Pelaksanaan waktu istirahat diatur dalam Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
Pasal 4
(1) Perusahaan dapat
melakukan pergantian dan atau perubahan waktu kerja dengan memilih dan
menetapkan kembali waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pergantian dan atau
perubahan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan
terlebih dahulu oleh Pengusaha kepada pekerja/buruh sekurang-kurangnya 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal perubahan dilaksanakan.
Pasal
3 diatas cukup jelas diatur Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau
Perjanjian Kerja Bersama. Pasal 4 ayat (1) jelas perusahaan dapat melalukan
penggantian waktu kerja. Namun juga diikat pada ayat (2), bila anda
setuju tidak jadi masalah. Khusus untuk Perjanjian Kerja Bersama mekanismenya
harus menjadi Serikat Buruh.
Jika
kita masuk kerja terlambat namun masih bekerja terhitung kerja 4 jam (kurang
dari 8 jam), apakah hak upah makan tidak diberikan?
Tetap
dapat uang makan, setiap Buruh/Pekerja telah bekerja 4 jam secara terus menerus
berhak untuk mendapat upah makan.
Sumber :
Mondy,
R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh
(terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga
Undang - Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3):
Definisi, Indikator Penyebab dan Tujuan Penerapan Keselatan dan Kesehatan Kerja
(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html)
Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (http://anandasekarbumi.files.wordpress.com/2010/11/sap-9-msdm-10-11.ppt)
Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Tenaga Kerja.
Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Kepala Kepolisian RI
Nomor Kep.275/Men/1989 dan Nomor Pol.Kep /04/V/1989 tentang Pengaturan Jam
Kerja, Shift dan Jam Istirahat serta Pembinaan Tenaga Satuan Pengamanan
(SATPAM).
Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor
Kep.233/Men/2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang dijalankan secara terus
menerus.
Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor
Kep.234//Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pada Sektor Usaha Energi
Dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar